gambar kecil di meja belajar budi
“kidung mimpi itu berakar bapak”
/i/
sebelum
bapak mengayuh dayung ke hamparan laut. burung-burung pagi berkicau di halaman
rumah, memanggil kawanan embun di lekuk ilalang. orang-orang telah sibuk di
pasar, kantor dan toko. langit hangat seperti belaian ibu di tubuhku. sementara
di almari depan seragam siap pakai.
aku
ingin memahami alam sebagai kitab pagi, jendela penyingkap rona. sebab kasta
langit tak dapat kita maknai dalam kerumunan cahaya waktu. aku berjalan mencari
wajah dari nisan kanvas sejarah; di antara katar-katar pekabungan gelombang dan
tanah; muara matahari menitip perih, perih airmata lelampu rumah tabing usang.
/ii/
berapa
nafas berdetak di jalan ini. asap telah pamit meninggalkan stasiun. udara
lindap memungut cerita di balik pohon, pohon yang setiap pagi nanar menatap
darah. tak ada yang dapat kuanyam, selain peluh terguyur dan gambar kecil di
meja belajar. mungkin gambar itu akan merah, jika semesta darah tumpah ke
dadanya. aku telah membangun rumah di keningnya, belajar menggambar tujuh
riwayat purnama dan pelangi. berharap malam tak senyap menggulung mimpi, mimpi
mulia bocah nelayan teluk bajo.
/iii/
pensil
kembali menakik ganbar di jantung halaman sekolah. teman-teman riang bersama
sepatu barunya. aku sibuk mewarnai wajah, jas dan kacamata. menanam akar kilau
pada kertas ke bangku-bangku, menyatu ke jantung papan tulis, membuat lukisan
abjad, memburu makna sendiri, tentang fajar dan senja; dua falsafah dalam botol
minumanku. gambar ini adalah ritual panjang tepi jalan. orang-orang memahamiku
seperti perempuan tua itu, perempuan yang berpapasan di trotoar, entahlah,
mungkin perempuan tua itu tak mengadu padu denganku.
inilah
abdi tanah peserta hardik, bocah kumuh pekat rupa. aku tak ingin selesai berjejak
dalam riwayatmu, seperti gambar kecil di halaman pertama. hingga ke lesat
halaman berikutnya.
/iv/
dari
risalah jendela yang selalu kuintip lewat pekarangan rumah. naskahmu telah
terbaca mata siwalan. di antara pelaminan debu kenyataan hayat, juga arus yang
mengamuk dekat perahu bapak. di sinilah mukaddimah alam berangkat memburu
sel-sel cahaya, cahaya meja belajar, cahaya kusam seragam pengap, cahaya rumah
pembantaian hujan, cahaya gambar kecil dalam lingkar matahati.
No comments:
Post a Comment