1/05/2013

73



gambar kecil di meja belajar budi

“kidung mimpi itu berakar bapak”

/i/
sebelum bapak mengayuh dayung ke hamparan laut. burung-burung pagi berkicau di halaman rumah, memanggil kawanan embun di lekuk ilalang. orang-orang telah sibuk di pasar, kantor dan toko. langit hangat seperti belaian ibu di tubuhku. sementara di almari depan seragam siap pakai.
aku ingin memahami alam sebagai kitab pagi, jendela penyingkap rona. sebab kasta langit tak dapat kita maknai dalam kerumunan cahaya waktu. aku berjalan mencari wajah dari nisan kanvas sejarah; di antara katar-katar pekabungan gelombang dan tanah; muara matahari menitip perih, perih airmata lelampu rumah tabing usang.

/ii/
berapa nafas berdetak di jalan ini. asap telah pamit meninggalkan stasiun. udara lindap memungut cerita di balik pohon, pohon yang setiap pagi nanar menatap darah. tak ada yang dapat kuanyam, selain peluh terguyur dan gambar kecil di meja belajar. mungkin gambar itu akan merah, jika semesta darah tumpah ke dadanya. aku telah membangun rumah di keningnya, belajar menggambar tujuh riwayat purnama dan pelangi. berharap malam tak senyap menggulung mimpi, mimpi mulia bocah nelayan teluk bajo.

/iii/
pensil kembali menakik ganbar di jantung halaman sekolah. teman-teman riang bersama sepatu barunya. aku sibuk mewarnai wajah, jas dan kacamata. menanam akar kilau pada kertas ke bangku-bangku, menyatu ke jantung papan tulis, membuat lukisan abjad, memburu makna sendiri, tentang fajar dan senja; dua falsafah dalam botol minumanku. gambar ini adalah ritual panjang tepi jalan. orang-orang memahamiku seperti perempuan tua itu, perempuan yang berpapasan di trotoar, entahlah, mungkin perempuan tua itu tak mengadu padu denganku.
inilah abdi tanah peserta hardik, bocah kumuh pekat rupa. aku tak ingin selesai berjejak dalam riwayatmu, seperti gambar kecil di halaman pertama. hingga ke lesat halaman berikutnya.

/iv/
dari risalah jendela yang selalu kuintip lewat pekarangan rumah. naskahmu telah terbaca mata siwalan. di antara pelaminan debu kenyataan hayat, juga arus yang mengamuk dekat perahu bapak. di sinilah mukaddimah alam berangkat memburu sel-sel cahaya, cahaya meja belajar, cahaya kusam seragam pengap, cahaya rumah pembantaian hujan, cahaya gambar kecil dalam lingkar matahati.         

sumenep, 1201006

No comments:

Post a Comment