1/05/2013

60



Sepenuhnya Duka, Ketika Anak dan Induk Di-Minyak Airkan

di hari yang cerah,
yang menjadi gerah,
yang menjadi basah…
aku mengucap selamat karena kau tetap terlihat indah
aku memang tidak pandai menyanjung
sebab aku bukan orang yang gampang kagum

lihat ! lihatlah tabur-tabur bunga di pemakaman
bertebaran di potret nyata masa muda saya
sementara orang-orang yang selalu bahagia ini,
tlah sungguh-sungguh membuatku lesu dimakan iri
kurangkai teduh mimpi agar hati tidak melulu tersakiti
agar bibir tidak bertubi mencaci maki

berangsur beku dan tak kembali mencair
terus kutapaki taman hidup tanpa ragam
ritme-retme yang saling berkejauhan
betapa mata dan kaki tak bersedia lagi memadu kasih
aku terlepas sebagai burung yang disangkarkan
sayap-sayap mengepak terjaring kebuntuan sunyi

mendekatlah wahai peri tanah gersang
ijinkan kupinjam angin dari lembah teguhmu
sejenak kuingin tertidur pulas pada cerah embun tanpa serat daun
setelah lelah menjemur pikir diatas tumpukan jerami tanaman padi yang gagal tuai
sepotong luka bersemedi di periuk asa
asa yang dimentahkan lalu dikandangkan sebagai sampah burik
tempat ini pun telah menjadi demikian berisik

Ibu, janganlah kau mengutukku menjadi batu
jika rentetan pemberontakan aku gerilyakan
karena karnivora juga tidak pernah memakan daging induknya

barangkali ada tafsiran-tafsiran yang memang aku tidak mau memahami
sehinga perang mulut kerap terjadi
meledak disini,
di tempat ini,
di kemarin-kemarin hari…
ini tersebab rangkum jalan terik yang kalian petik
tiada ada yang lebih akhir kecuali gemerincing guci dan piring
tak lihatkah si bungsu yang meratap penuh haru,
seperti yatim piatu tanpa punya mimbar mengadu
susah payah ia menyeka peluh bening di kedua mata kecilnya
sementara rengek sendunya diharamkan segala macam peluk mesra
mungkin hati kecilnya bertanya-tanya kenapa begitu aneh orang-orang dewasa
bocah yang ditambati pita-pita duka di luar jangkauan usia
doakan saja agar tubuhnya setangguh lempeng baja,
yang lama bertahan meski terus ditempa hujan

ini aku dan seluruh titik beku yang berserah
jarum jam mengantar kalian pada tanah lapang yang tak ingin kami tuju
yang menjadikan jarak di antara letak telapak kaki kita
sebab ruang ambisi yang kalian kunci,
dan dengan sengaja kalian melupa bagaimana cara membukanya
dan kami sama sekali tak mengetahui dimana ngarai yang membawa ke tempat damai

Ibu, janganlah kebencianmu, kebenciannya, menjadikan engkau terlupa
akan ruas-ruas, pelepah-pelepah, darah dagingmu sendiri
sebab ini sangatlah tidak kukehendaki,
sebab jika ini sampai benar-benar terjadi,
maka perihal ini, adalah cerita yang sepenuhnya duka

Jogjakarta, 2012

No comments:

Post a Comment