1/05/2013

70



CERITA DARI  SUNGAI JUNOK

Pagi ini jam 05.00 ditelapak tanganku.

Aku berniat mengajakmu pergi menyusuri pagi. Air sungai mengalir kearah barat.
Diatas pepohonan burung-burung berkicau. Loncat-loncat kesana kemari.
aku lintasi sebuah titian pendek jalan menuju rumahmu. Pagi berucap di bibir: wajahmu, satu-satunya yang kumiliki dalam ingatan hari ini. Sebentar lagi aku akan sampai menjemputmu. Tunggulah disana. Jangan kemana-mana. Langkahku tinggal dalam hitungan jemari. Aku gemetar. Sebab baru pertama kali ini aku beranikan diri masuk halaman rumahmu. Kau dimana?

Catatan semalam masih kau simpan, bukan!
Kita akan berangkat sebelum jalan ramai. Aku sudah tak sabar menunggumu disini. Keluarlah.

Hari ini kita mau kemana, ucapmu cemas.

Sepihak peta ini menunjuk lurus ke arah timur. Mengikuti sepanjang arus sungai. Di belakangku kau diam menoleh ke kanan. Entah apa yang ingin kau lukis di sana. Tak berani kutanya, hanya saja kutangkap seperti kabut menyelimuti pepohonan. Kuabaikan kekhawatiran. Mobil-mobil kubiarkan mendahului dari belakang.
  
Jalan berliku dan bergelombang. Aku menghindari beberapa lubang di sepanjang ruas jalan.
Dingin-dingin kurasakan mulai menyentuh tulang-tulang. Aku menggelepak sesekali.
Menghempas angin. Menahan dingin.

Kemana kita?

Jalan kian panjang dan memanjang. Kususuri kediamanmu menuju selatan. Tapi tetap saja tak kujumpai ucapmu yang menggetarkan. Pagi pun perlahan tanggal pada siang. Dan kita berdua saling terasing di atas kendaraan. Mengekalkan kesunyian. Menahan hujan dalam ingatan.
Bangkalan, 2010
SEPERTI PERAHU
Di matamu
aku kembali menjelma perahu
yang hendak membawamu
mengarungi samudera luas:
bermimpi layar bongkaran ombak
ikan-ikan
dan jala waktu malam-malam
yang tua

aku hanya gayung
tanpa jemari di depanmu
sedang ombak kembali tak sejati
menawan buih sisa jejak-jejak kapal
yang berlalu

Itu langit. Dan itu batas, katamu
Lalu semenanjung kian mendung

Bangkalan, 2010




LAUT DI SELAT MADURA

Ada yang mengharukan
ketika kapal bersandar di pelabuhan
laut yang membentang seperti kampung halaman
yang kini telah jadi kenangan

Di atas air ini-di dasar hati
aku menikmati selat Madura yang elok
diantara temaram lampu-lampu zaman yang bersinar
seperti cahaya kunang di sana
kita sanjung wajahnya saat musim hujan tiba

ada yang mengharukan
saat kita berada di atas kapal
dimana laut yang membentang seperti kampung halaman
kenangan hanyut terbawa arus gelombang pasang
aku terdiam

Surabaya, 25 September 2012

No comments:

Post a Comment