1/05/2013

39



Sajak Untuk Orang Kesepian





#1
Aku ingin menemanimu pagi ini. Sebelum tinggi hari, menyusuri udara yang pekat, lika-liku jalan menuju tempat itu. Aku ingin menemanimu naik metro mini. Memerhatikan matamu yang sendu, membaca tawa sekaligus lara di dalamnya. Dan saat sampai di tujuan, biar aku yang membayari ongkosmu. Sampai persimpangan selanjutnya, izinkan aku menemanimu naik becak motor itu. Duduk di sebelahmu, merasakan naik turunnya napasmu, mendengar suara serakmu, melewati rumah-rumah yang lampunya nyala, melalui gang dan jalan berbatu.

#2
Aku ingin menemanimu turun dari becak motor itu. Berjalan menuju tempat seharusnya engkau berada. Aku ingin merangkulmu, melewati jalan lurus berbatu, gedung tinggi mewah, dan pagar yang gagah. Aku ingin menemanimu, mendengar mimpimu semalam, celotehmu tentang makan malam, dan kucingmu yang lucu. Aku juga ingin menemanimu bermain dengan kesepian, mengelap air mata, dan mendengar tangismu di malam dingin.

#3
Tapi itu semua bohong. Yang kubisa hanya memerhatikanmu dari pelataran gedung tinggi, sambil mengisap udara yang pekat dan mengeluarkan napas berat. Maka saat kau lewat, aku tahu itu dirimu. Bola mataku tak pernah salah mengenali tubuhmu dari kejauhan. Selebihnya kau balas menatapku dengan sangsi.

#4
Kejujurannya adalah: berbulan-bulan aku menelusuri jejakmu. Pergi ke segala tempat, menyusuri arah angin, menerobos arah matahari terbit. Aku pergi ke banyak tempat yang bukan rumahmu, melewati jalan yang bukan jejakmu, mencatat banyak tempat yang bukan dirimu. Menulis banyak huruf yang bukan namamu. Hingga alas kakiku menipis, kakiku lecet, tinta pulpenku habis, catatanku tamat. Tak sedikitpun bersua matamu, terlihat rambutmu, terdengar suaramu.

#5
Berwaktu-waktu mencekik leherku kuat dan makin kuat. Berawal dari titik sepi dan kembali pada titik itu. Bermula dari sebuah kekosongan dan kembali pada kekosongan pula. Kau tahu? aku menua dalam pengembaraan padamu. Punggungku makin bungkuk, jalanku makin renta. Setiap tempat kusinggahi tapi bukan dirimu. Setiap pintu kuketuk tapi bukan parasmu. Setiap huruf kukumpulkan tapi bukan namamu. Kadang di setiap gang yang katanya rumahmu, aku berhenti dan tanpa terasa meleleh air mata di pipi.

060212






Kelainan Jiwa






#1
kepada siapakah harus dia beri tahu hal paling menyakitkan dalam dirinya? atau ia harus menuliskannya di palung-palung hati, di dasar jiwa, di jurang kesedihan tentang kelainan pada jiwanya, yang bikin ia menunggu matahari terbit dan tenggelam dengan hati retak-retak, dengan jiwa patah, dan langkah goyah. kepada siapa hendak ia katakan hal yang mengganjal selama sepuluh tahun? berawal dari sebuah ilham yang datang padanya, dan ia harus menelan pahit-pahit kenyataan tentang daun-daun gugur, keran air yang belum dimatikan, tentang bulan yang tinggal setengah—setengah yang lain di bibirmu—tentang gerimis di kukunya, yang tak bisa dibaginya pada siapa-siapa.

#2
oh kau yang bikin matanya terlelap di matamu, dengarkanlah sajak paling memilukan yang ia buat. di malam dingin tentang apa yang tak pernah bisa dikatakan sepotong bibir padamu, tentang beribu-ribu kata yang termaktum dalam hati yang mentah-mentah ditolak logika. oh kau pemagut rindu dengan mata bening sempurna dan gincu merah di pipi, dengarkanlah lolongan anjing malam ini yang begitu kesepian, sekesepiannya malam berjalan tanpa dirimu, pagi yang pekat tanpa senyummu, dan sunyi yang lindap tanpa dekapanmu.

#3
oh kau yang bikin napas tersengal-sengal, yang bikin senandung gitarnya jadi merdu, yang menitipkan sepucuk luka lewat senyuman yang lamat-lamat bikin mabuk, seperti anggur yang sesak, yang bikin mimpi. andai aku punya stetoskop tentu aku telah mengukur detak jantungnya saat kamu melintas di hadapan, saat kamu tiba-tiba ada lalu menghilang, seperti sebuah gelombang transversal. mungkin saja.

#4
dan demi malam-malam dengan bulan sabit, bunyi jangkrik yang merdu, kepakkan sayap kupu-kupu, ia akan melantunkan ode yang paling senyap yang tak bisa kau dengar. sebab selalu ada sekat yang bikin suara tak bisa dihantarkan udara padamu, atau ia dan tuhan tak menghendaki tahunya dirimu atas kelainan psikologis (yang suci) itu. sebab itu ia hanya diam setiap kali matamu yang sendu membidiknya, guratan senyummu menghampirinya, atau gerimis turun dari matamu yang memerah.

#5
ah mungkin ia sering bikin sajak tentang daun yang jatuh perlahan dari ranting, matahari yang tenggelam, tentang suara angin, tentang detak di jantungnya dan jantungmu, tentang apa-apa yang pernah jadi napas kehidupannya, kehidupanmu. tapi kau selalu bilang, “aku tak butuh puisi dan cintamu yang fiksi!”

#6
maka malam ini saja, ia mematikan lampu, mematikan speaker, mematikan suara kran, mematikan kipas angin, mematikan televisi yang biasa ia nyalakan tatkala rindu menghadang, dada bergetar, dan napas kembang kempis. tapi bagaimana caranya mematikan hatinya?

No comments:

Post a Comment