Sajak Untuk Orang Kesepian
#1
Aku ingin menemanimu pagi ini.
Sebelum tinggi hari, menyusuri udara yang pekat, lika-liku jalan menuju tempat
itu. Aku ingin menemanimu naik metro mini. Memerhatikan matamu yang sendu,
membaca tawa sekaligus lara di dalamnya. Dan saat sampai di tujuan, biar aku
yang membayari ongkosmu. Sampai persimpangan selanjutnya, izinkan aku
menemanimu naik becak motor itu. Duduk di sebelahmu, merasakan naik turunnya
napasmu, mendengar suara serakmu, melewati rumah-rumah yang lampunya nyala,
melalui gang dan jalan berbatu.
#2
Aku ingin menemanimu turun dari
becak motor itu. Berjalan menuju tempat seharusnya engkau berada. Aku ingin
merangkulmu, melewati jalan lurus berbatu, gedung tinggi mewah, dan pagar yang
gagah. Aku ingin menemanimu, mendengar mimpimu semalam, celotehmu tentang makan
malam, dan kucingmu yang lucu. Aku juga ingin menemanimu bermain dengan
kesepian, mengelap air mata, dan mendengar tangismu di malam dingin.
#3
Tapi itu semua bohong. Yang
kubisa hanya memerhatikanmu dari pelataran gedung tinggi, sambil mengisap udara
yang pekat dan mengeluarkan napas berat. Maka saat kau lewat, aku tahu itu
dirimu. Bola mataku tak pernah salah mengenali tubuhmu dari kejauhan.
Selebihnya kau balas menatapku dengan sangsi.
#4
Kejujurannya adalah:
berbulan-bulan aku menelusuri jejakmu. Pergi ke segala tempat, menyusuri arah
angin, menerobos arah matahari terbit. Aku pergi ke banyak tempat yang bukan
rumahmu, melewati jalan yang bukan jejakmu, mencatat banyak tempat yang bukan
dirimu. Menulis banyak huruf yang bukan namamu. Hingga alas kakiku menipis,
kakiku lecet, tinta pulpenku habis, catatanku tamat. Tak sedikitpun bersua
matamu, terlihat rambutmu, terdengar suaramu.
#5
Berwaktu-waktu mencekik leherku
kuat dan makin kuat. Berawal dari titik sepi dan kembali pada titik itu.
Bermula dari sebuah kekosongan dan kembali pada kekosongan pula. Kau tahu? aku
menua dalam pengembaraan padamu. Punggungku makin bungkuk, jalanku makin renta.
Setiap tempat kusinggahi tapi bukan dirimu. Setiap pintu kuketuk tapi bukan
parasmu. Setiap huruf kukumpulkan tapi bukan namamu. Kadang di setiap gang yang
katanya rumahmu, aku berhenti dan tanpa terasa meleleh air mata di pipi.
060212
Kelainan Jiwa
#1
kepada siapakah harus dia beri
tahu hal paling menyakitkan dalam dirinya? atau ia harus menuliskannya di
palung-palung hati, di dasar jiwa, di jurang kesedihan tentang kelainan pada
jiwanya, yang bikin ia menunggu matahari terbit dan tenggelam dengan hati
retak-retak, dengan jiwa patah, dan langkah goyah. kepada siapa hendak ia
katakan hal yang mengganjal selama sepuluh tahun? berawal dari sebuah ilham
yang datang padanya, dan ia harus menelan pahit-pahit kenyataan tentang
daun-daun gugur, keran air yang belum dimatikan, tentang bulan yang tinggal
setengah—setengah yang lain di bibirmu—tentang gerimis di kukunya, yang tak
bisa dibaginya pada siapa-siapa.
#2
oh kau yang bikin matanya
terlelap di matamu, dengarkanlah sajak paling memilukan yang ia buat. di malam
dingin tentang apa yang tak pernah bisa dikatakan sepotong bibir padamu,
tentang beribu-ribu kata yang termaktum dalam hati yang mentah-mentah ditolak
logika. oh kau pemagut rindu dengan mata bening sempurna dan gincu merah di
pipi, dengarkanlah lolongan anjing malam ini yang begitu kesepian,
sekesepiannya malam berjalan tanpa dirimu, pagi yang pekat tanpa senyummu, dan
sunyi yang lindap tanpa dekapanmu.
#3
oh kau yang bikin napas
tersengal-sengal, yang bikin senandung gitarnya jadi merdu, yang menitipkan
sepucuk luka lewat senyuman yang lamat-lamat bikin mabuk, seperti anggur yang
sesak, yang bikin mimpi. andai aku punya stetoskop tentu aku telah mengukur
detak jantungnya saat kamu melintas di hadapan, saat kamu tiba-tiba ada lalu
menghilang, seperti sebuah gelombang transversal. mungkin saja.
#4
dan demi malam-malam dengan bulan
sabit, bunyi jangkrik yang merdu, kepakkan sayap kupu-kupu, ia akan melantunkan
ode yang paling senyap yang tak bisa kau dengar. sebab selalu ada sekat yang
bikin suara tak bisa dihantarkan udara padamu, atau ia dan tuhan tak
menghendaki tahunya dirimu atas kelainan psikologis (yang suci) itu. sebab itu
ia hanya diam setiap kali matamu yang sendu membidiknya, guratan senyummu
menghampirinya, atau gerimis turun dari matamu yang memerah.
#5
ah mungkin ia sering bikin sajak
tentang daun yang jatuh perlahan dari ranting, matahari yang tenggelam, tentang
suara angin, tentang detak di jantungnya dan jantungmu, tentang apa-apa yang
pernah jadi napas kehidupannya, kehidupanmu. tapi kau selalu bilang, “aku tak
butuh puisi dan cintamu yang fiksi!”
#6
maka malam ini saja, ia mematikan
lampu, mematikan speaker, mematikan suara kran, mematikan kipas angin,
mematikan televisi yang biasa ia nyalakan tatkala rindu menghadang, dada
bergetar, dan napas kembang kempis. tapi bagaimana caranya mematikan hatinya?
No comments:
Post a Comment