1/05/2013

69



Dimana cinta

Saat tanya tak kunjung jawab
Hati ini tergantung di ujung bumi
Menyisakan gundah bercampur dera

Di belakang sana nyiur kering berpatahan
Melambai lemah
Terseok
Kadang mendongak
Menunduk lagi
Kemudian menatap lurus
Menunggu tiba datangnya harap.



Puisi 2 :

Asa yang berbeda

Masih di bawah matahari yang sama
Ku berdiri menyongsong hujan
Tak kuhirau teriknya panas
Karena ku berada di bawah langit yang berbeda

Aku masih tetap seperti dulu
Mengharap cinta berbalas darimu
Aku tak peduli semua hal tentangmu
Karena ku datang dengan jiwa yang lain.




Puisi 3 :

Inginmu

Alunan pujian seakan mengisyaratkan suatu masa
Saat dimana hujan tak hentinya turunkan butiran es
Kau telah sangat lelah melangkah
Kutahu itu dari hatimu yang gelisah

Seakan semua salahku,
Kau benci semua yang kau lihat di sekelilingmu
Tak ada alasan kau mengelak
Untuk menerima segala ucap
Beruntun peristiwa menghantam dada
Sesakkan hati untuk menghela nafas
Janji yang telah kau ukir
Menusuk jantungmu sendiri

Hatiku tergerak mengucap salam
Membasuh raga haus menjadi semakin dahaga
Inginmu menembus jantung sampai ke punggung
Tapi hayalmu terhalang nafsu

Kutahu semua gerak hatimu
Tak mengisyaratkan hasrat walau secuil
Tapi kau tetap melahap bayangan
Sampai kau lelah untuk melangkah
Langkahmu tersendat saat mulai berpijak
Berat sekali hati ini memulai hasrat
Merendah sampai ke tanah
Merayap hingga mencapai atap
Aku tahu kau lelah
Tapi kau paksakan untuk melangkah.

Puisi 4 :

NY itu bukan New York

Ia adalah suatu kota tujuan para pengembara
Kadang orang berhenti disana untuk melepas dahaga sesaat
Kadang orang singgah disana hanya sekedar meregang penat
Mereka tak menyadari, dibalik semua yang mereka butuhkan
Terdapat suatu keindahan
Mereka tak melihatnya dan tak mau melihatnya!
Dasar orang-orang picik!
Kini ku telah sampai di kota tersebut
Pertama kulihat, hiruk pikuk umumnya sebuah kota
Kemudian para gelandangan yang berkeliaran
Lalu warga kota yang muram temaram
Pantas orang-orang hanya sekadar singgah
Tapi aku berbeda! Aku ingin menetap di kota ini!
Akan kubangun kota ini menjadi sebuah kota pengharapan
Pengharapan semua orang yang mempunyai harapan.


Puisi 5 :

Angan Bukan Hayal

Terhanyutnya asa bukan karena harap
Tapi satu keinginan yang memaksa untuk berontak
Kadang aku berpikir
Lebih baik hitam daripada tidak berwarna
Tapi kembali ku merenung
Aku akan membelah gunung
Menyusuri tepian-tepian hati.


Puisi 6 :

Aku Terpana

Bergeraklah yang jujur sayang
Bukan semata hayal

Kalau hanya untuk melengkapi cerita
Buat apa ku membawamu sejauh ini

Di depan sana burung-burung bermain dengan angin
Aku tahu mereka membicarakan kita
Walau tak terdengar
Kurasakan ada gerak lain menerpa mimpi

Bergegas kuraih senjata
Langkahkan hati ikuti jalur cahaya

Ketika tiba di pusaran waktu
Aku terpana,

Dibalik pagar sebuah bangunan
Terlihat sosok mungil menari gemulai
Meliuk badannya membentuk lingkaran kasih.



Puisi 7 :

Rindu

Ada rindu,
Menyelinap di sela-sela ruang sunyi
Membakar dinding hati yang mulai membeku
Inikah rasanya terpenjara hasrat?
Kuberdiri dibalik jendela
Yang terdengar hanya suara rintihan alam
Dan semerbak aroma hujan
Dimana sebenarnya tempat memendam rasa?

Tatapanku tertumpu pada sebatang pena
Lalu kutuliskan nada-nada indah tentang hidup
Tak sadar air mataku jatuh basahi kalbu
Ku terkenang saat-saat indah bersamamu

Ketika tiba di bait terakhir
Gerakanku tertahan sambil menelan ludah
Aku baru teringat
Ada luka di akhir cerita.



Puisi 8 :

Harapan dibalik Kebekuan

Sapaan hangat menerpa diri
Secercah cahaya berkelip dibalik dinding hati
Badanku hangat
Karena hati ini bergejolak

Aku tersenyum
Jantung ini berdenyut tenang

Udara di sekelilingku menjadi segar
Menebar aroma harapan.




Puisi 9 :

Satu Kenangan Pada Suatu Hujan

Pagi itu gelegar petir bersahutan
Mengimbangi gemuruh hujan dalam alunan nada kehidupan
Lalu kau datang
Walau tak berpayung
Sedikitpun tak kulihat lumuran hujan pada jubah hangatmu
Kamu memang istimewa kasih
Seperti biasa
Kamu langsung masuk kamar tanpa perlu mengetuk pintu
Saat itu mimpiku belum sampai setengah cerita
Kau guncang bahuku
Aku tetap melanjutkan mimpi
Kau cubit lengan kiriku
Aku tetap tak bergeming
Kemudian kurasakan usapan lembut pada keningku
Hembusan napas wangi menerpa tengkukku
Kau mengendus dan mencium leherku setengah napsu
Kudengar bisikan "bangun sayang sudah siang"
Aku terkesiap
Ku menatap, kau tersenyum dengan mata yang teduh
Bibirmu bergerak "ini kubawakan makanan buat kamu sarapan"
Katamu setengah bergumam
Mataku menatap ke arahmu, lalu ke sekeliling
Aku tak melihat bungkusan, mungkin masih didalam tas
Kataku dalam hati
Mataku berpaling lagi menatapmu
Kulihat sebuah gundukan
Aku merengkuhnya setengah mengigau
Matamu terpejam sambil merintih, ah
Gelegar petir masih bersahutan mengimbangi gemuruh hujan
Dalam alunan nada kehidupan.
Puisi 10 :

Agresi Dua Hati

Bersama hening
Kunikmati indahnya penghianatan
Sepi ini menjalar
Saling menusuk ruang hati yang pekat
Tidak hanya satu
Tapi dua!
Kadang bergerilya diatas rumput-rumput

Malam bergeming mengejar pagi
Seakan ikut merasakan dalamnya tikaman
Dimana tetesan-tetesan embun?
Penyegar hari periang mimpi
Berpalingkah?
Kukayuh biduk rapuh dengan tergesa
Berharap semua tuntas tanpa meninggalkan bekas
Ku tersenyum dengan interval rintihan
Bekukan hati membuang ambisi
Ku telah tersakiti.

No comments:

Post a Comment