Dimana cinta
Saat tanya tak kunjung jawab
Hati ini tergantung di ujung bumi
Menyisakan gundah bercampur dera
Di belakang sana nyiur kering berpatahan
Melambai lemah
Terseok
Kadang mendongak
Menunduk lagi
Kemudian menatap lurus
Menunggu tiba datangnya harap.
Puisi 2 :
Asa yang berbeda
Masih di bawah matahari yang sama
Ku berdiri menyongsong hujan
Tak kuhirau teriknya panas
Karena ku berada di bawah langit yang berbeda
Aku masih tetap seperti dulu
Mengharap cinta berbalas darimu
Aku tak peduli semua hal tentangmu
Karena ku datang dengan jiwa yang lain.
Puisi 3 :
Inginmu
Alunan pujian seakan mengisyaratkan suatu masa
Saat dimana hujan tak hentinya turunkan butiran es
Kau telah sangat lelah melangkah
Kutahu itu dari hatimu yang gelisah
Seakan semua salahku,
Kau benci semua yang kau lihat di sekelilingmu
Tak ada alasan kau mengelak
Untuk menerima segala ucap
Beruntun peristiwa menghantam dada
Sesakkan hati untuk menghela nafas
Janji yang telah kau ukir
Menusuk jantungmu sendiri
Hatiku tergerak mengucap salam
Membasuh raga haus menjadi semakin dahaga
Inginmu menembus jantung sampai ke punggung
Tapi hayalmu terhalang nafsu
Kutahu semua gerak hatimu
Tak mengisyaratkan hasrat walau secuil
Tapi kau tetap melahap bayangan
Sampai kau lelah untuk melangkah
Langkahmu tersendat saat mulai berpijak
Berat sekali hati ini memulai hasrat
Merendah sampai ke tanah
Merayap hingga mencapai atap
Aku tahu kau lelah
Tapi kau paksakan untuk melangkah.
Puisi 4 :
NY itu bukan New York
Ia adalah suatu kota tujuan para pengembara
Kadang orang berhenti disana untuk melepas dahaga sesaat
Kadang orang singgah disana hanya sekedar meregang penat
Mereka tak menyadari, dibalik semua yang mereka butuhkan
Terdapat suatu keindahan
Mereka tak melihatnya dan tak mau melihatnya!
Dasar orang-orang picik!
Kini ku telah sampai di kota tersebut
Pertama kulihat, hiruk pikuk umumnya sebuah kota
Kemudian para gelandangan yang berkeliaran
Lalu warga kota yang muram temaram
Pantas orang-orang hanya sekadar singgah
Tapi aku berbeda! Aku ingin menetap di kota ini!
Akan kubangun kota ini menjadi sebuah kota pengharapan
Pengharapan semua orang yang mempunyai harapan.
Puisi 5 :
Angan Bukan Hayal
Terhanyutnya
asa bukan karena harap
Tapi
satu keinginan yang memaksa untuk berontak
Kadang
aku berpikir
Lebih
baik hitam daripada tidak berwarna
Tapi
kembali ku merenung
Aku
akan membelah gunung
Menyusuri
tepian-tepian hati.
Puisi 6 :
Aku Terpana
Bergeraklah yang jujur sayang
Bukan semata hayal
Kalau hanya untuk melengkapi cerita
Buat apa ku membawamu sejauh ini
Di depan sana burung-burung bermain dengan angin
Aku tahu mereka membicarakan kita
Walau tak terdengar
Kurasakan ada gerak lain menerpa mimpi
Bergegas kuraih senjata
Langkahkan hati ikuti jalur cahaya
Ketika tiba di pusaran waktu
Aku terpana,
Dibalik pagar sebuah bangunan
Terlihat sosok mungil menari gemulai
Meliuk badannya membentuk lingkaran kasih.
Puisi 7 :
Rindu
Ada rindu,
Menyelinap di sela-sela ruang sunyi
Membakar dinding hati yang mulai membeku
Inikah rasanya terpenjara hasrat?
Kuberdiri dibalik jendela
Yang terdengar hanya suara rintihan alam
Dan semerbak aroma hujan
Dimana sebenarnya tempat memendam rasa?
Tatapanku tertumpu pada sebatang pena
Lalu kutuliskan nada-nada indah tentang hidup
Tak sadar air mataku jatuh basahi kalbu
Ku terkenang saat-saat indah bersamamu
Ketika tiba di bait terakhir
Gerakanku tertahan sambil menelan ludah
Aku baru teringat
Ada luka di akhir cerita.
Puisi 8 :
Harapan dibalik Kebekuan
Sapaan
hangat menerpa diri
Secercah
cahaya berkelip dibalik dinding hati
Badanku
hangat
Karena
hati ini bergejolak
Aku
tersenyum
Jantung
ini berdenyut tenang
Udara
di sekelilingku menjadi segar
Menebar
aroma harapan.
Puisi 9 :
Satu Kenangan Pada Suatu Hujan
Pagi
itu gelegar petir bersahutan
Mengimbangi
gemuruh hujan dalam alunan nada kehidupan
Lalu
kau datang
Walau
tak berpayung
Sedikitpun
tak kulihat lumuran hujan pada jubah hangatmu
Kamu
memang istimewa kasih
Seperti
biasa
Kamu
langsung masuk kamar tanpa perlu mengetuk pintu
Saat
itu mimpiku belum sampai setengah cerita
Kau
guncang bahuku
Aku
tetap melanjutkan mimpi
Kau
cubit lengan kiriku
Aku
tetap tak bergeming
Kemudian
kurasakan usapan lembut pada keningku
Hembusan
napas wangi menerpa tengkukku
Kau
mengendus dan mencium leherku setengah napsu
Kudengar
bisikan "bangun sayang sudah siang"
Aku
terkesiap
Ku
menatap, kau tersenyum dengan mata yang teduh
Bibirmu
bergerak "ini kubawakan makanan buat kamu sarapan"
Katamu
setengah bergumam
Mataku
menatap ke arahmu, lalu ke sekeliling
Aku
tak melihat bungkusan, mungkin masih didalam tas
Kataku
dalam hati
Mataku
berpaling lagi menatapmu
Kulihat
sebuah gundukan
Aku
merengkuhnya setengah mengigau
Matamu
terpejam sambil merintih, ah
Gelegar
petir masih bersahutan mengimbangi gemuruh hujan
Dalam
alunan nada kehidupan.
Puisi 10 :
Agresi Dua Hati
Bersama
hening
Kunikmati
indahnya penghianatan
Sepi
ini menjalar
Saling
menusuk ruang hati yang pekat
Tidak
hanya satu
Tapi
dua!
Kadang
bergerilya diatas rumput-rumput
Malam
bergeming mengejar pagi
Seakan
ikut merasakan dalamnya tikaman
Dimana
tetesan-tetesan embun?
Penyegar
hari periang mimpi
Berpalingkah?
Kukayuh
biduk rapuh dengan tergesa
Berharap
semua tuntas tanpa meninggalkan bekas
Ku
tersenyum dengan interval rintihan
Bekukan
hati membuang ambisi
Ku
telah tersakiti.
No comments:
Post a Comment