HUJAN TURUN SAAT AKU TIDUR
Bahkan,
Orang orang di
puncak tursina itu tahu
Kehinaan yang
menyibak imanmu
Malu kau jual,
pada pedagang asongan
Dengan lalat
hijau pembelinya
Terlalu,
Segenap dunia
maya pun membaca
Coretan keluh
dari bayang hayatmu
Membakar
kerongkongan
Oleh perbuatan
nista melebihi pelacur ketengan
Disana,
Dimana narkoba
dan perjudian dilegalkan
Pun menyibak
Keranjang
kotoran yang kau tuang pada berahi
Mengkoyak sisi
sisi kemanusiaan
Membuang darah
pencapaian
Berbau busuk
hingga alun surya kencana
Tapi,
Aku tak tahu
barang cuil itu
Tak mendengar
bahkan bunyi riaknya
Karena aku telah
meminum obat tidur
Pemberian darimu
PERJALANAN SUBUH
Ibu membungkus
doa
Dengan ketulusan
dan kehambaan
Menguncinya
dengan keikhlasan
Setiap malam tak
bosan
Tua
Mati
Bapak memburu
matahari
Dengan semangat
sebagai panahnya
Dan anak istri
untuk busurnya
Meski hitam
kulit terbakar
Tak jera hingga
terkapar
Mati
Aku hanya
bermain
Dengan bekal
yang diberi ibu
Dan senjata
titipan ayah
Tak sampai
perjalanan, bekal habis kelimpungan
Tak jera,
senjata rusak tak bertahan
Aku rebah dalam
gelap lorong masa depan
Sendiri
menggigit mimpi
Sampai habis
gigi
Kegagalan
perjalanan pada subuh tadi
100 TAHUN KEMATIANKU
Pusaraku telah
luruh dengan tanah
Tak nampak lagi
timbunan tanah merah
Nisanku terbuang
patah
Rumput pohon
liar tumbuh berjebah
Aku
Pemilik kubur:
leluhur
Selalu menanti
bungkusan doa anak cucuku
Yang mereka
pilin setengah setengah
Hingga banyak
terlepas pilinan itu
Rusak, tak
sampai
100 tahun sudah
badan terkubur
Hanya sulbi
tersisa
Sebentar lagi,
pabrik tahu dan lokalisasi akan berdiri
Datang membawa
sekarung uang palsu untuk penjaga kubur
Juga untuk
membekap anak cucuku
Siapa pembelaku?
100 tahun berlalu
Aku masih
mengobati perih payah sakarotul maut
Masih terasa,
seperti kemaren sahaja nyawaku tercerabut
Tapi
Itu tak seberapa
perih dari leluhur yang terlupa
Itu tak lebih
payah dari menanti segelas doa yasin
Itu tak lebih
menyayat dari tingkah polah keduniawian cucuku
Akulah leluhur
Meratap dalam
kubur
Untuk embun doa
penghibur
Dari cucuku yang
takabbur
CARUT
Kemarau panjang
Tanah bengkah
Gersang
mengendus
Debu memberangus
mata dan paru
Sawah kering
Gagal tanam
Paceklik panjang
Busung lapar
Tunakarya
Baju lusuh
Wajah keruh
Hidup berkeluh
Candu rokok
Duduk di gardu
Melamun jorok
Jalan rusak
Ditanam pisang
Proyek mangkrak
Pemborong nakal
Lurah curang
Tak bisa lewat
Kembang melati
Kembang sepatu
Kembang desa
Badan montok
Dada mencolok
Kaki jenjang
betis mulus
Tak bertuan
Tapi tak perawan
Aku diam
Menghisap rokok
Memahat bisu
Melihat semua
Hidup semrawut!
No comments:
Post a Comment