1/05/2013

68



HUJAN TURUN SAAT AKU TIDUR


Bahkan,
Orang orang di puncak tursina itu tahu
Kehinaan yang menyibak imanmu
Malu kau jual, pada pedagang asongan
Dengan lalat hijau pembelinya

Terlalu,
Segenap dunia maya pun membaca
Coretan keluh dari bayang hayatmu
Membakar kerongkongan
Oleh perbuatan nista melebihi pelacur ketengan

Disana,
Dimana narkoba dan perjudian dilegalkan
Pun menyibak
Keranjang kotoran yang kau tuang pada berahi
Mengkoyak sisi sisi kemanusiaan
Membuang darah pencapaian
Berbau busuk hingga alun surya kencana

Tapi,
Aku tak tahu barang cuil itu
Tak mendengar bahkan bunyi riaknya
Karena aku telah meminum obat tidur
Pemberian darimu




PERJALANAN SUBUH

Ibu membungkus doa
Dengan ketulusan dan kehambaan
Menguncinya dengan keikhlasan
Setiap malam tak bosan
Tua
Mati

Bapak memburu matahari
Dengan semangat sebagai panahnya
Dan anak istri untuk busurnya
Meski hitam kulit terbakar
Tak jera hingga terkapar
Mati

Aku hanya bermain
Dengan bekal yang diberi ibu
Dan senjata titipan ayah
Tak sampai perjalanan, bekal habis kelimpungan
Tak jera, senjata rusak tak bertahan

Aku rebah dalam gelap lorong masa depan
Sendiri menggigit mimpi
Sampai habis gigi
Kegagalan perjalanan pada subuh tadi




100 TAHUN KEMATIANKU

Pusaraku telah luruh dengan tanah
Tak nampak lagi timbunan tanah merah
Nisanku terbuang patah
Rumput pohon liar tumbuh berjebah

Aku
Pemilik kubur: leluhur
Selalu menanti bungkusan doa anak cucuku
Yang mereka pilin setengah setengah
Hingga banyak terlepas pilinan itu
Rusak, tak sampai

100 tahun sudah badan terkubur
Hanya sulbi tersisa
Sebentar lagi, pabrik tahu dan lokalisasi akan berdiri
Datang membawa sekarung uang palsu untuk penjaga kubur
Juga untuk membekap anak cucuku
Siapa pembelaku?

100 tahun berlalu
Aku masih mengobati perih payah sakarotul maut
Masih terasa, seperti kemaren sahaja nyawaku tercerabut
Tapi
Itu tak seberapa perih dari leluhur yang terlupa
Itu tak lebih payah dari menanti segelas doa yasin
Itu tak lebih menyayat dari tingkah polah keduniawian cucuku

Akulah leluhur
Meratap dalam kubur
Untuk embun doa penghibur
Dari cucuku yang takabbur


CARUT

Kemarau panjang
Tanah bengkah
Gersang mengendus
Debu memberangus mata dan paru

Sawah kering
Gagal tanam
Paceklik panjang
Busung lapar

Tunakarya
Baju lusuh
Wajah keruh
Hidup berkeluh
Candu rokok
Duduk di gardu
Melamun jorok

Jalan rusak
Ditanam pisang
Proyek mangkrak
Pemborong nakal
Lurah curang
Tak bisa lewat

Kembang melati
Kembang sepatu
Kembang desa
Badan montok
Dada mencolok
Kaki jenjang betis mulus
Tak bertuan
Tapi tak perawan

Aku diam
Menghisap rokok
Memahat bisu
Melihat semua
Hidup semrawut!

No comments:

Post a Comment