Ketika Kita Bertukar
Masa Lalu
Teguk anggur terakhir;
Si gadis berambut pirang masih setia di bangku kayu itu
Sebuah cafe pinggir kota
Bercerita tentang dunia serba hijau dan lelaki pengigau
Antara meja, sepasang kursi dan remang ruang
Mengenang bayang senja yang pelan-pelang hilang
Orang-orang bergantian datang lalu pergi
Mereka bercakap tentang hari-hari yang sibuk
Dan ia memaling wajah tak peduli
Seorang kekasih meninggalkan mejanya
Asbak dan sisa rokok juga bill tagihan dari pelayan
Lelakinya tak kunjung tiba barangkali sesuatu terjadi di
balik telepon
Jendela seperti kehilangan lekuknya
Pintu kaca dan lantai kayu asing dengan dirinya
Botol anggur dituangkan dan sisa ingatan diam-diam
dikenangkan
Obituari
: Kepada N
Sebelum usai waktu
Mereka telah menuntaskan ritualnya
Malam cahaya dan
helai daun perlahan
melepaskan
ingatannya pada reranting kering
cuaca buruk atau
linang pucat masa lalu
Apa yang mungkin
paling dicemaskannya
Selain masa
perkabungan yang serupa
Petikan nasihat
tabah dan doa bagi yang kehilangan
Apa yang mungkin
paling dicemaskannya
Kucing peliharaan
yang dititipkan ke tetangga rumah
Catatan harian penuh
rahasia
atau kekasih yang
diam-diam bercinta menjelang perkabunganmu
Tapi bayangkan di waktu lain
Ketika kata-kata tidur jadi persembahan
Ingatan ibu mengenang dirimu juga bait sajak yang memilih
tinggal
Ingin Kutulis
Sebuah Sajak
Dari seberang layar seseorang memintaku berbalas
kabar
Juga
kenalan yang berkali menuliskan keluhan kepada kekasihnya yang pergi
Seolah
seseorang yang lain akan membalas pesan-pesan itu
Padahal barangkali tak seorang pun hendak tahu, apa yang ditulis
untukmu
Begitu
juga aku
Sebab aku hanya ingin menulis kepadamu
sebuah sajak, cukup sebuah
yang paling bagus
Lihatlah,
bayangkan kita kanak-kanak yang berlarian
Tapi
selalu seperti hilang kata, habis terka
Seperti
juga dirimu yang menghilang sepagian tanpa pesan
Sungguh, aku ingin menulis
sebuah sajak untukmu
cukup sebuah, yang paling
baik petang ini
Orang-orang
bergegas, juga kereta dan
sewaktu-waktu waktu
Beratus
kenang-kenangan tergesa, berlompatan di sela ingatan
Anak-anak
berlarian, sementara para orang tua terus mengigau dengan dirinya
Seorang
ayah menemani istrinya yang tengah hamil tua
Ada
pula lelaki yang seharian berdiri di seberang tempat dudukku
menunggui
meja-meja dan
menyelesaikan tagihan
Betapa
aku merasa diri asing, mungkin juga seperti mereka
Dongeng Untuk
Seorang Kawan
:Pangeran Kecil
Lama
sudah tak kukirimkan sebuah sajak untuk kawan lama kita
betapa
mungkin kita sama-sama merindukannya
Tapi
hari ini aku bacakan sebuah dongeng untuknya
entah
ia suka, atau enggan menolak ceritaku
tak sekalipun ia menjawab bila ku tanyakan
----sukakah kau, pada pangeran itu?---
Aku
menyukainya, sungguh suka
seperti aku menyukai saat aku bilang aku menyukainya padamu
kawan kita itu lebih suka diam, seperti juga kau yang diam-diam
menyukaiku
---kau kira aku anak kecil---
Nah,
padamu ku ceritakan pula kisah si Pangeran Kecil ini
entah
bagaimana mulanya, hanya ia yang tahu dari mana ia datang
Pangeran
Kecil yang tak pernah paham pada orang dewasa itu
berasal dari sebuah planet kecil yang bahkan lebih kecil
dari kamar tidurmu
tapi dia punya dua buah gunung sebesar dingklik kecil
serta sekuntum bunga manja yang juga
kecil,
hanya satu-satunya di tempat asal sang Pangeran
suatu hari, dengan sedih ia tinggalkan planetnya
yang serba mungil itu
mengucap salam perpisahan kepada bunga yang
hanya sekuntum
--aku punya empat duri, kau
tak usah mengkhawatirkanku—
bunga kecil berkata dengan
sedikit tinggi hati
di planet-planet lain yang sama kecilnya dengan
bola sepak milikmu
Pangeran Kecil bertemu bermacam-macam orang
dewasa
Seorang pemabuk yang ingin lupa
Seorang raja yang suka pada puji pujian
Serta seorang pengusaha yang mengaku dirinya
orang yang bersungguh-sungguh
--aku
tak punya waktu untuk berbicara yang tidak penting—
Apakah kita orang
yang sungguh
seperti juga kawan kita satu ini?
Ayo, kisahkan lagi
dongeng ini untuknya
Hibur ia dengan
cerita-cerita masa kanak
Barangkali kita
sama merindukannya
Lalu menulislah
sebuah sajak tentang si kanak
yang selalu mau tahu itu
ujarkan lagi pada
kawan kita tercinta itu
kali ini jadikan puisi
Ode Bagi Senja
/1/
Boneka kayu akar
jerami
Sepanjang petang
menunggui pematang
Barangkali seekor
burung bijak
Hinggap di pundak
padi
/2/
Dalam dirimu basah
gelombang
Pasang dan jerangan
malam mengerang
Buih menyala,
nelayan hilang
Subuh memburu pasi
pasir
/3/
Mengerang engkau
dalam bayang
Sekuntum ilalang
berpucuk lalang
Dirisaunya kau
bersembilu lalu
Ah, malulah hati
No comments:
Post a Comment