12/26/2012
31
COKLAT HANGAT
Pagi yang cerah hadir saat
rembulan menghilang
Menidurkan anak kelelawar di
sarangnya
Siang hari hujan mengguyur
Berbisik pedih para kurcaci di
balik semak
Ah, tak masalah ..
Coklat hangatku telah terhidang
Awan putih bersandar teduh di
samping langit biru
Merpati bertengger indah di
pinggir jendela
Menyapaku yang tengah duduk
Meneguk secangkir coklat hangat
Ahh, nikmatnya coklat hangatku
Dari ujung, terlihat lambaian
tangan
Perlahan mendekat mendekat dan
mendekat
Terdiam di depan hadapanku
Menatapku seolah tak percaya
Amboiii, inilah aku sayang
Coklat hangatku menyendiri di
atas meja
Ia berbisik lembut di telingaku
“kamu sungguh cantik sayang”
Menepuk pundakku
Menuju ke balkon bergandeng
tangan
Setelah sekian tahun tak
berjumpa
Setelah sekian tahun tak
mendengar suara
Dan setelah sekian tahun tak
memandang
Coklat hangat kubagikan
Memandangi merpati yang
bertengger di jendela
Nyanyian sendu penuh kerinduan
HARAPAN PETANI MUDA
Corak
ragam kian mewarnai kampungku
Kami
para petani muda membanting tulang di sawah
Menyemai
benih bertebaran di atas tanah
Menguning
padi tak terasa cepatnya
Kampungku
subur angin menghembus
Duduk
di pematangan sawah berisirahat sejenak
Secangkir
kopi kuteguk pelan
Nikmat
terasa dalam kerongkongan
Perlahan
turun mengetuk pintu lambung
Ku
tengadahkan kepala ke atas
Melepaskan
anyaman topi kerucut
Menghayati
syair lama dari radio tua
Tembang
lawas dipadukan musik dangdut
Sambil
tertawa menatap langit ciptaan Tuhan
Burung
terbang cepat di depan mataku
Lihai
berbelok melawan angin barat daya
Serdadu
burung tak mau kalah bertanding
Beradu
tingkah menuju awan pemula
Bedecak
sayap menabrak asap-asap pabrik
Imajinasiku
menggerutu!
Kuperhatikan
lekat-lekat makna sayap burung
Saling
bernostalgia membentuk formasi
Merebut
tihta jaksa champion terkemuka
Harapan
diibaratkan sayap burung
Saling
beradu tak mau terkalahkan
Inspirasi
kembali menuai pikiranku
Yang
juga tak mau kalah dalam mengejar cita
Hei
burung !!
Aku
berjanji, suatu hari nanti aku akan terbang bersamamu
Kita
akan menjadi makhluk hebat di negeri ini
Biarlah
kita kalah dalam material
Yang
penting kita berani membela diri dan hak
Tanpa
harus muniru, walaupun selangkah
Itulah
harapan kami
Di
balik topi kerucut PETANI MUDA
Homaedi
Homaedi, lahir di Desa Beluk Raja-Ambunten-Sumenep
1991. Penikmat musik tradisional Madura. Aktif di kajian kepenulisan Rumah Tulis Sumenep. Puisi, cerpen dan artikelnya dimuat di
media massa. Juga terkumpul dalam antologi bersama: Temu Komunitas Sastra 2
Kota/Lentera Sastra Jawa Timur (2011).Kidung Sunyi(2012).Anting Bulan Merah
(2012).
30
Tanah Leluhur Sorga
Aku kembali menghisap dupa
merapal mantra harumkan doa.
Di tanah bukit sorga
tangan menadah kelangit meratap kisah;
leluhurku agung serupa halilintar
memecut butir-butir bedil dengan
darah dan airmata.
Aku berdiri di atas cakrawala,
tapaki arah angin haturkan doa roh-roh
moyang
memerah putihkan asin garam
lalu berderak layar –layar di
lautan.
Dan di langit tertancaplah pusaka
kekuasa, biru lautan, hijau gunungan,
serta seribu karat keling tombak;
menjadi peluru, menjadi serdadu
melululantahkan kobaran waktu.
Moyangku semerbak wewangi, moksa di
tubuh;
berdebur dalam ombak, menetes pada
kemarau
di tanah yang mengalir madu dan
darah.
Lalu
aku teriakkan kepada mereka;
Aku bersumpah digagang celurit!
Lebih baik putih tulang dari pada putih
mata
demi meluhurkan tanah leluhur kami;
Asin garam jiwaku,
Manis madu sorgaku.
Sumenep, Nopember 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)